Evolusi cara manusia menerima dan memproses informasi adalah sejarah peradaban itu sendiri, ditandai oleh beberapa lompatan teknologi yang mengubah struktur kognitif dan sosial. Dari pertukaran lisan yang terbatas hingga kini, di mana informasi mengalir secara instan melalui jaringan global, setiap revolusi telah meningkatkan kecepatan, jangkauan, dan kompleksitas data yang harus kita kelola. Evolusi ini tidak hanya mengubah alat yang kita gunakan, tetapi juga cara otak kita mengatur, menyimpan, dan merespons pengetahuan.
Tahap awal adalah Era Lisan (Oral Tradition), di mana informasi diwariskan dari generasi ke generasi melalui cerita, nyanyian, dan ritus. Dalam tradisi lisan, informasi sangat dipengaruhi oleh memori dan konteks sosial; penyebarannya lambat dan rentan terhadap distorsi. Proses penerimaan informasi pada masa ini bersifat komunal dan melibatkan memori kolektif yang kuat, karena tidak ada catatan fisik yang dapat diandalkan sebagai verifikasi.
Revolusi besar berikutnya adalah Era Tulis-Menulis (Literacy), yang dimulai dengan penemuan aksara dan puncaknya dengan codex (bentuk buku awal). Tulisan memungkinkan informasi untuk didekontekstualisasi dari pembicara dan disimpan secara permanen, membebaskan memori manusia dari beban penyimpanan. Proses penerimaan informasi menjadi lebih individual dan reflektif, memungkinkan analisis teks yang mendalam, dan menjadi fondasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat.
Titik balik yang menentukan adalah Revolusi Percetakan pada abad ke-15. Penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg mengubah informasi dari komoditas langka menjadi komoditas massal yang terjangkau. Hal ini memicu literasi massal, standarisasi bahasa, dan penyebaran ide-ide ilmiah serta reformasi politik dengan kecepatan yang belum pernah terjadi. Proses memproses informasi menjadi lebih terstandardisasi melalui format buku dan surat kabar yang seragam.
Abad ke-20 ditandai oleh Era Media Massa Elektronik (radio, film, dan televisi). Media ini menghadirkan kembali dimensi audio-visual ke dalam informasi, melintasi batas literasi, dan menjangkau khalayak yang sangat luas secara serentak. Informasi diterima secara pasif dan seragam oleh jutaan orang, yang memberikan media massa kekuatan besar untuk membentuk opini publik dan menciptakan budaya populer yang homogen pada tingkat nasional dan global.
Revolusi terakhir dan paling disruptif adalah Era Digital dan Internet. Informasi kini disebar, diakses, dan diproses secara instan melalui perangkat mobile dan jaringan global. Proses penerimaan informasi menjadi hiperaktif dan terfragmentasi; kita tidak lagi menerima informasi secara linier, tetapi melalui feeds, notifikasi, dan hyperlink. Ini menuntut keterampilan multitasking dan penyaringan yang konstan, menciptakan tantangan baru terhadap rentang perhatian dan fokus kognitif.
Secara keseluruhan, evolusi ini menunjukkan pergeseran dari informasi yang langka, stabil, dan linear ke informasi yang berlimpah, dinamis, dan terfragmentasi. Dalam menghadapi banjir informasi digital, cara manusia memproses informasi telah berevolusi dari fokus pada penyimpanan (era lisan) dan analisis mendalam (era cetak) menjadi fokus pada kurasi, konektivitas, dan kecepatan respons (era digital). Keterampilan kritis hari ini adalah kemampuan untuk menyaring dan memvalidasi informasi di tengah kecepatan yang luar biasa.